LDK :
Antara Visi, Misi, dan
Realitas Sejarah Perkembangannya
Oleh Ismail
Yusanto
Dakwah adalah gerakan
atau upaya terus menerus mengajak manusia ke jalan Allah. Dakwah
berupaya merubah fikiran, perasaan dan tingkah laku manusia dari
jahiliyah kepada Islam, atau dari yang kurang islami menjadi lebih
islami hingga terbentuk tatanan masyarakat Islam. Dakwah kepada orang
kafir bertujuan untuk merubah aqidahnya menjadi aqidah Islam; sementara
kepada orang Islam, dakwah bertujuan untuk meningkatkan iman serta
ketaatannya pada aturan Allah. Dakwah semacam ini dapat dilakuka secara
perorangan (fardhiyah), tapi tentu akan lebih efektif bila dijalankan
secara berkelompok (jama'iyah). Yang paling tepat dijalankan oleh negara
(daulah). Yakni dengan menerapkan nilai-nilai Islam dalam seluruh aspek
kehidupan, sedemikian sehingga orang-orang kafir, juga orang-orang Islam
yang hidup dalam naungannya akan melihat da merasakan secara langsung
kemuliaan Islam dan keni'matan hidup dalam masyarakat Islam itu Dari
situ diharapkan orang-orang kafir tergerak untuk merubah aqidahnya
menjadi aqidah Islam, dan orang Islam semakin kuat imannya serta semakin
taat menjalankan syariat.
Maka dakwah kepada
orang kafir disebut berhasil bila atas dorongan dakwah ia mau berpindah
aqidah atau setidaknya tunduk dibawah kekuasaan Islam. Sedang dakwah
kepada orang Islam disebut berhasil bila, setelah menerima dakwah,
terdapat peningkatan iman dan kecintaan pada Islam yag ditunjukkan
dengan kegairahan untuk mewujudkan aturan Islam dalam kehidupan pribadi
dan masyarakat. Secara khusus bila, kaum muslimin hidup di dalam
masyarakat Islam, dakwah disebut berhasil bila mereka ridha (rela, suka,
dan bahagia) hidup dibawah naungannya serta bersedia mempertahankan
kelangsungan sistem itu. Bila masyarakat Islam belum ada, maka dakwah
disebut berhasil bila mampu menyadarkan dan menggerakkan ummat untuk
mewujudkan masyarakat itu.
Adapun nilai dakwah
sebagai amal muslim di sisi Allah, tidaklah dihitung dari
keberhasilan-keberhasilan tadi, melainkan dari segi motif (yang
semestinya ikhlas) dan dari segi metode atau thariqah (yang semestinya
sesuai dengan tuntunan syara'). Bila kita sudah menjalankan dakwah
dengan ikhlas dan sesuai tuntunan, penilaiannya berada di tangan Allah.
Keberhasilan tiap amal, termasuk dalam dakwah, hanyalah nilai materi
yang merupakan konsekuensi logis dari upaya sungguh-sungguh, kerja keras
dan pantang menyerah.
Bila sekarang tidak
ada atau belum ada daulah yag menaungi kehidupan Islam, dakwah
dijalankan secara fardhiyah atau jama'iyah dengan tujuan menegakkan
kehidupan Islam (dakwah isti'nafu al hayat al islamiyah). Sebab, selama
kehidupan Islam belum tegak, nilai-nilai utama Islam tidak akan
sepenuhnya terujudkan. Kaum muslimin akan hidup dalam nilai-nilai jahili
yang secara alami justru berefek mendangkalkan aqidah dan mereduksi
ketaatan pada aturan Islam. Akibat selanjutnya kebanyakan kaum muslimin,
apalagi selain muslim, "sulit percaya" kepada kebaikan Islam
dan keharusan menerapkan aturan Islam. Fenomena Islam phobia pada
sementara kalangan di negeri ini yang juga beragama Islam, sesungguhnya
berakar dari situasi ini. Hal ini jelas semakin menyulitkan dakwah dalam
menegakkan Islam kembali, karena dakwah buka hanya berhadapan dengan
penghalang non muslim tetapi dengan muslim sendiri.
Nilai Strategis
Kampus
Ditinjau dari struktur sosial kemasyarakatan, mahasiswa dan kampus
merupakan satu kesatuan sistem yang mempuyai peranan penting alam
perubahan sosial dan peri-kepemimpinan di tengah-tengah masyarakat.
Ditilik dari segi usia, mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang
berusia muda, yang dari segi potensi manusiawi termasuk manusia yang
mempunyai taraf berfikir di atas rata-rata. Pada usia semuda itu masih
terbuka peluang bagi perkembangan dan perubahan besar di masa datang.
Kendati perubahan yang sangat drastis dan mendasar bisa pula terjadi
pada usia lanjut. Usia mahasiswa adalah usia saat manusia mencari bentuk
dan identitas bagi corak kehidupan yang akan dijalaninya nanti.
Kepribadian mahasiswa umumnya masih mudah dibentuk.
Mahasiswa juga
merupakan sosok manusia yang sarat akan idealisme, suka berpihak pada
suatu hal yang diyakini kebenarannya atau sesuatu yang ia minati. Bahkan
tak jarang mahasiswa mau memberikan apa yang ia miliki untuk
memperjuangkan keyakinannya atau menggeluti yang kecenderungan terhadap
perubahan keadaan masyarakat ke arah yang dicita-citakannya. Ia tidak
menyukai kemapanan dan kemandegan, karena dalam pandangannya itu sama
artinya dengan kemunduran dan dirasakan tidaklah sesuai dengan dorongan
jiwa mudanya yang penuh gejolak idealisme. Tapi kadang ia hanyalah
sekedar menginginkan perubahan saja tanpa memikirkan apakah perubahan
yang dikehendaki itu menghantarkan kepada keadaan yang lebih baik ataau
tiak. Pendek kata, pokoknya asal berubah. Ketidakmampuan mendefinisikan
secara jelas perubahan macam apa yang dikehendaki acap kali membawanya
kepada suasana gelora tanpa kendali.
Namun demikian, tidak
sedikit mahasiswa yag mampu menggambarkan secara jelas perubahan yang
dikendakinya denga baik, bahkan hingga mengatasi pemikiran yang
berkemang saat itu. Hal ini ditunjang oleh kebiasaannya berfikir,
belajar, dan mengkaji sesuatu dari berbagai sumber yaang ia dapatkan.
Kekuatan daya tangkap, daya nalar, dan imajinasinya, menghantarkannya
menjadi pemikir-pemikir muda yan potensial. Terlebih ia memang sengaja
dididik, dibina, dikembangkan dalam kerangka ideologi untuk tujuan
tertentu, maka ia tumbuh menjadi kader yang tangguh, agen perubahan ke
masyarakat ke arah cita-cita yang diembannya. Usia mudanya memberikan
peluang untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut, mengasah, dan
menajamkan pemikirannya, meningkatkan keberanian dan nilai kejuangannya.
Idealisme yag dimilikimendorong dirinya untuk bergerak demi
perjuangannya itu.
Perjuangan menegakkan
idealisme tidak berhenti haya pada saat ia menjadi mahasiswa, tapi
berlanjut pada kehidupan pasca kampusnya. Pembinaan yang diterima semasa
mahasiswa mendorongnya untuk tetap setia memperjuangkan idealisme itu
dalam kehidupannya selepas mahasiswa. Untuk itu ia kemudian mengatur
aris kehidupannya, gaya dan kegiatannya hidupnya hingga
hubungan-hubungan dengan orang atau lembaga seidealisme, serta
menyebarkan ide-ide dan pemikirannya dengan berbagai cara. Ia telah
bergerak di tengah masyarakat di bawah idealisme yang diyakininya.
Berbagai hambatan dan kesulitan dijalaninya dengan penuh ketegaran dan
keyakinan. Ia tidak surut dan bergeming dari jalan yang ditempuhnya.
Bahkan, semua kesulitan itu semakin meyakinkan dan memantapkan
langkahnya. Maka tumbuhlah ia di tengah masyarakat dikenal sebagai
pejuang cita-cita tertentu. Ia dikenal ide dan pemikirannya. Ia dikagumi
karena kekonsistenannya terhadap idealisme dan sikap hidupnya. Ia
diikuti karena cita-cita dan pemikirannya. Ia telah menjadi figur yang
memiliki kredibilitas ide yang yang diakui secara obyektif oleh
masyarakat.
Maka tak pelak lagi
bahwa kampus dengan mahasiswanya memiliki potensi yang amat strategis
bagi perubahan di masysarakat di masa mendatang, terutama di mata kaum
yang berkepentingan memperjuangkan suatu ideologi. Mereka sama-sama
melihat, di dalam kampus didapatkan kader atau tunas muda yang bisa
dibina untuk menjadi pengikut dan pejuang setianya. Kampus ibarat tanah,
adalah lahan yang paling subur untuk menyebarkan suatu paham atau
ideologi, sehingga kelak suatu saat ia akan menuai hasilnya berupa
kader-kader yang tangguh Dan kampus, sebagai lahan pertanian tadi,
terbuka untuk segala macam benih yang salig bertentangan sifat hidupnya
sekalipun. Dalam koteks demikianlah kita mestinya melihat dakwah di
kampus.
Arah Dakwah di
Kampus
Kemana sebenarnya dakwah di kampus harus diarahkan? Yang pasti, dakwah
di kampus tidaklah berdiri sendiri. Artinya, ia hendaklah silakukan
secara sinergis sebagai bagian dari dakwah kepada umat secara
keseluruhan; bahkan bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Dengan demikian arah dakwah di kampus juga tidak bisa dipisahkan dari
arah dakwah kepada umat secara umum.
Melihat realitas umat
sekarang ini dimana tidak ada lagi kehidupan Islam, sementara terdapat
kemestian yang ditetapkan Islam akan kewajiban penerapan seluruh syariat
Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka dakwah pada masa
sekarang disebut dakwah isti'naful hayatil Islamiyah (melanjutkan
kehidupan Islami). Kehidupan Islam yang pertama telah pernah tegak di
Madinah dibawah naugan daulah Islam dengan Rasulullah sebagai pemimpin.
Dilanjutkan oleh para khulafaurrasyidin, lalu para khulafa dan berakhir
di masa kepemimpinan Sultan Abdul Majid dan kekhilafahan Ustmani 1924.
Semenjak itu tidak ada lagi kehidupan Islam. Yang ada hanyalah kehidupan
kaum muslimin yang melaksanakan syari'at Islam sebagian dan meninggalkan
sebagian yang lain. Dakwah melanjutkan kehidupan Islam berarti
mengembalikan kaum muslimin kepada pengamalan seluruh hukum-hukum Islam
baik yang menyangkut aqidah, ibadah, akhlaq, makanan, pakaian, juga
muamalat ('audatul al-muslimin ila al-'amal bi jami'I ahkami al-islam).
Untuk itu diperlukan
kekuatan umat, yang terbentuk hanya bila umat memiliki kesadaran Islam
yang tinggi. Dakwah haruslah berorientasi kepada perubahan kearah Islam,
yang pada tahap awal,berupa perubahan pemikiran umat(bersifat fikriyah).
Karena perubahan masyarakat ke arah Islam terjadi bila pemahaman (mafhum)
Islam tertanam dan berkembang secara efektif di tengah masyarakat.
Mafhum Islam akan menjadi landasan dalam berbuat dan bertingkah laku
Islam akan menjadi ro'yun am-nya ( pendapat umum). Umat akan memiliki
cara berfikir Islam, yakni memandang segala sesuatu berdasarkan
ajaran-ajaran Islam, serta memiliki daya saring dalam menerima segala
macam bentuk ide dan faham yang bertentangan dengan Islam. Mereka juga
memahami apa sesugguhnya cita-cita Islam Mafhum Islam itu akan
menyatukan dan menggerakkan umat untuk menuntut perubahan-perubahan
sesuai dengan cita-citanya. Saat itu adalah kesempatan yang terbaik
untuk mewujudkan kesatuan dan kepemimpinan umat, mengarahkan perasaan
jiwa dan cita-cita umat, kearah tujuan perjuangan Islam. Umat tidak
bergerak atas dasar dendam akibat penindasan yang semata-mata didorong
oleh aqidah Islam yang telah menyadarkan mereka akan kewajiban utuk
menata kehidupan ini sesuai kehendak ilahi, dan mewujudkan Islam dalam
seluruh aspek kehidupan. Hanya itulah yang menjadi motivasi dan tujuan
umat. Mereka mendambakan kebahagiaan abadi di akhirat nanti. Mereka
mendabakan surga, dan lebih dari itu mereka mendambakan keridhaan Allah.
Semua tak akan
terwujud tanpa adanya pemimpin-pemimpin umat yag setia membina dan
mengarahkan umat. Yakni pemimpin yang tangguh yang memiliki kekuatan
ruhiyah (aqidah dan kepribadian), kekuatan ma'nawiyah (ilmu dan strategi)
serta kekuatan madiyah (fisik dan materi). Salah satunya bersumber dari
kampus Makam tidak kurang para pemimpin M'had Aliy dalam pertemuannya di
Jakarta akhir tahun1989, sepakat meletakkan kampus sebagai salah satu
sumber ulama. Dan utuk mewujudkan semua itu, tentu diperlukan usaha yang
keras dan sungguh-sungguh, sabar dan terus menerus; mulai dari
menyebarkan ide-ided, mencari kader-kader yang berkualitas, dan
membinanya terus menerus, mengarahkan, sampai merangkaikannya dalam
jalinan langkah jamaah yang terpadu dan harmonis. Inilah prinsip arah
dakwah di kampus.
Dakwah di kampus di
negeri ini jelas berandil bagi terbentuknya basis kekuatan umat secara
baru, melengkapi peran pesantren, majelis ta'lim, dan perguruan Islam
selama ini. Beberapa bukti bisa disebut menandai kesan munculnya
kekuatan Islam di kampus. Nafas Islam di berbagai kota besar seputar
tahun 80-an harus diakui sangat dipengaruhi kampus. Berbicara dakwah
Islam di Bandung misalnya, harus disebut peran Salman ITB, Masjid Unpad
dan lain-lain. Ramdhan di Kampus Jama'ah Shalahuddin UGM memberi
inspirasi munculnya Ramadhan di kampus-kampus lain. Juga munculnya
Ramadhan di berbagai kampung di Yogyakarta. Bahkan IPB, karena gencarnya
proses 'islamisasi' di kampusnya, sering diplesetkan menjadi "Institut
Pesantren Bogor". Fenomena jilbab secara pesat muncul dari kampus.
Dan cetusan ketidakpuasan umat atas berbagai persoalan yang berkembang
seakan terwakili oleh aksi kampus Protes jilbab lewat PMIB, demo
monitor, aksi solidaritas Bosnia adalah beberapa diantaranya. Dari segi
kepemimpinan, peran pemimpin Islam asal kampus juga mulai menonjol.
Pimpinan Muhammadiyah setelah KH. Azhar Basyir wafat, didominasi dari
kampus, apalagi di ICMI. Kenyataaan itu amat gamblang. Memang kader asal
kaampus yang ada sekarang adalah produk pembinaan tahun 60-70-an.
Bagaimana produk tahun 80-90-an? Waktulah yang akan menjawabnya.
Fungsi dan
Kedudukan LDK
Dakwah di kampus tidak bisa dilepaskan dari peran LDK atau Lembaga
Dakwah Kampus yang ada hampir di setiap kampus perguruan tinggi di
Indonesia saat ini. Menurut khittah LDK, LDK adalah suatu lembaga yang
dikelola mahasiswa, bergerak dalam dakwah Islam di kampus utuk
menegakkan kalimah Allah dengan amar ma'ruf nahi munkar. Masyarakat
kampus sebagai obyek utamanya dan mahasiswa merupakan unsur
terpentingnya. Untuk mencapai tujuannya, LDK setidaknya harus memainkan
fungsi sebagai berikut :
- LDK
sebagai Media Pembinaan Umat
Ini peran utama LDK dan yang selama ini telah kita mainkan. Dalam
hal ini, LDK memiliki kedudukan strategis mengingat jangkauannya
untuk melakukan aktifitas pembinaan umum kepada sivitas akademika
secara luas dan masyarakat sekitar kampus. Perlu penajaman arah
mafhum yang hendak dituju sehubugan dengan situasi masyarakat yang
lebih terbuka dan kondusif bagi proses islamisasi. Keberhasilan
dalam memainkan fungsi ini akan menentukan peran-peran berikutnya.
Sudah saatnya penyelenggaraan kegiatan dakwah yang asal-asalan harus
ditinggalkan.
- LDK
sebagai Artikulator
Sebagai artikulator, LDK dapat berperan sebagai
penyambung aspirasi umat, baik dalam hal menyerukan yang ma'ruf
maupun menghilangkan yang munkar. Dalam beberapa kasus terbukti
ternyata umat, khususnya kalangan mudanya, juga memiliki apresiasi
positif terhadap perlunya menegakkan yang ma'ruf dan menghilangkan
kemunkaran; tetapi fakta juga menunjukkan bahwa apresiasi itu baru
muncul setelah ada orang atau lembaga yang mencetuskannya lebih dulu.
Di sini letak pentingnya LDK sebagai artikulator yang pada
gilirannya akan menggeret peran serta umat lebih besar. Akan tetapi
perlu diingat, biar bagaimanapun LDK tetap terikat dengan sistem
perkampusan. Oleh karenanya, dalam pelaksanaan peran ini perlu
ditempuh cara agar LDK aman dari tuduhan melanggar sistem tersebut,
misalnya dengan mengedepankan pendekatan ilmiah melalui pakar atau
lembaga yang kredibel. Dalam hal tindakan artikulasi (baik lisan,
tulisan ataupun aksi) ini, demi kredibilitas dan daya dorong dan
efek yang ditimbulkan, LDK perlu bahu membahu dengan eksponen dakwah
lain - khususnya dengan kalangan pers Islam. Di sini mewujudkan
kerjasama dengan ICMI, MUI, dan lembaga lain semakin penting artinya.
- LDK
sebagai Mediator
Dengan akses yang (mungkin) dimiliki, LDK dapat berperan sebagai
mediator antara umat pada satu sisi agar aspirasinya kesampaian,
dengan pengambil keputusan di pihak lain. Terkadang aspirasi umat
macet disebabkan tidak sampainya kepada pihak yang berkompeten;
sementara terdapat kebijakan pemerintah yang tidak populer di
kalangan umat karena kurang mengertinya terhadap aspirasi umat. Di
sini peran mediasi (cultural and political broker) menjadi penting
artinya. Upaya mengayakan dan menguatkan akses menjadi mutlak
karenanya. Dalam hal tindakan mediasi ini, sekali lagi, LDK tidak
harus berjalan sendiri. Kerjasama dengan eksponen dakwah lain juga
mesti dilakukan.
- LDK
sebagai Fasilitator
Dengan ide, akses, fasilitas yang dimiliki, LDK dapat berperan
sebagai fasilitator dalam berbagai kegiatan demi tercapainya
aspirasi umat, baik dalam kegiatan artikulasi, mediasi ataupun aksi.
Sejarah
Perkembangan FSLDK
Kondisi obyektif kampus yang berbeda-beda memaksa masing-masing lembaga
dakwah kampus selama ini berkembang dengan pola sendiri-sendiri, sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. Di samping itu, banyaknya
persoalan dakwah di dalam kampus menyebabkan LDK juga lebih mengarahkan
perhatiannya ke dalam kampusnya masing-masing, dan kurang memberikan
perhatian pada kebersaman gerak dakwah. Keadaan ini berakibat melemahnya
kekuatan gerak dalwah secara global. Oleh karena itu diperlukan adanya
suatu jalinan koordinasi yang baik di antara lembaga dakwah kampus yang
ada demi terciptanya kekuatan gerak dakwah yang terpadu, kokoh, laksana
satu bangunan yang saling menguatkan.
Forum
Silaturahhim Lemgaga Dakwah Kampus (FSLDK) merupakan salah satu bentuk
koordinasi dakwah yang berfungsi sebagai sarana bagi terciptanya gerak
dakwah yang teratur, terpadu, dan kompak tadi menuju ummatam wahidah.
FSLDK semula bernama sarasehan LDK, diselenggarakan pertama kali oleh
Jemaah Shalahuddin UGM pada tanggal 14 - 15 Ramadhan 1406 atau 24 - 25
Mei 1986. Forum yang pembukaannya diadakan di Gedung Pertemuan UGM dan
pertemuan lanjutannya di Pesantren Budi Mulya itu, diikuti oleh 26
peserta utusan 13 LDK se-Jawa, yakni Jamaah Shalahuddin UGM, Jamaah
Mujahidin IKIP Yogyakarta, LAI Undip Semarang, Unsoed Purwokerto, UNS
Solo, Lpisat Usakti Jakarta, UI Jakarta, BKI Bogor, UIKA Bogor, Karisma
Salman ITB Bandung, Unpad Bandung, UKKI Unair Surabaua, BDM Al-hikmah
IKIP Malang.
Menyadari
bahwa FSLDK dihadiri oleh LDK yang berbeda-beda proses terbentuk,
kelembagaan, kondisi lingkungan dan pola dakwah yang dikembangkannya,
maka hubungan antar LDK didasarkan semata pada ikatan ukhuwah Islamiyyah
yang bersemangatkan I’tisham bihablillah. Itulah yang selama ini terus
berlangsung hingga kini.
Pertemuan
pertama—yang ternyata telah lama dinantikan oleh banyak pesetta—itu,
menelorkan sejumlah hasil, yakni:
- Perlunya
meningkatkan ukhuwah Islamiyah antara Lembaga Dakwah Kampus,
setidak-tidaknya antar fungsionaris Lembaga Dakwah Kampus.
- Disepakati untuk
melanjutkan komukikasi dan koordinasi antar LDK dengan pembagian
wilayah:
 | wilayah
bagian barat , dikoordinasi Salman, ITB,
 | wilayah
bagian tengah, dikoordinasi Jamaah Shalahuddin UGM,
 | wilayah
bagian timur, dikoordinasi UKKI Unair. |
| |
Pertemuan
LDK yang kedua diadakan di Salman ITB Bandung pada tanggal 2 - 4 Januari
1987 dengan peserta sedikit lebih banyak dari yang pertama. Hadir pula
akhwat LDK. Ditetapkan Salman ITB sebagai koordinator pusat LDK se-Jawa
(waktu itu) dan diadakan sejumlah kegiata bersama seperti Dauroh Dirosah
Islamiyah I di IPB, Ramadhan 1407 H, Latihan Manajemen Dakwah, Salman
Bandung, Bina Wanita dan Keluarga di setiap LDK dan terbirtnya lembar
komunikasi antar LDK "al-Urwah".
Pertemuan LDK yang
ketiga diadakan di Unair, Surabaya, 13 - 16 September 1987. Hadir 30 LDK—meningkat
dari pertemuan sebelumnya. Untuk pertama kali digunakan istilah Forum
Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK), serta logo FSLDK yang mirip
huruf "Allah". Beberapa hal penting berhasil disepakati,
diantaranya ditetapkannya standar internal LDK, dicanangkannya persamaan
persepsi antar LDK menuju satu langkah, dan perlunya organ yang berasal
dari utusan Pusat Komunikasi, yang belakangan disebut Panitia Pengarah
(SC) yang bertugas menyiapkan pertemuan LDK.
Pertemuan
LDK atau FSLDK yang keempat di selenggarakan di UNS Solo pada tanggal 3
- 6 September 1988 yang dihadiri oleh LDK yang jumlahnya tidak berbeda
dengan pertemuan LDK sebelumnya. Hadir juga peninjau dari luar Jawa,
yakni Unud Denpasar dan Unhas Ujung Pandang. Yang menarik dari pertemuan
itu secara gencar muncul pertanyaan mendasar dari para peserta, mau ke
mana FSLDK ini, dan untuk apa? Kalau cuma ajang kumpul-kumpul, apa
manfaatnya? Dan sejumlah pertanyaan lain yang pada intinya
mempertanyakan keberadaan dan kelanjutan forum ini di masa mendatang.
Mengikuti
tahapan forum silaturahim di mana ada tahap Ta’aruf—Tafahum--Ta’awun,
agaknya ketika itu FSLDK telah melewati tahap Ta’aruf menuju Tafahum.
Artinya, setelah saling mengenal dalam tiga kali FSLDK, lantas muncul
keinginan untuk berbuat, bergerak dan melangkah secara jelas dan terarah.
Di sinilah kemudian muncul ide untuk membuat Khittah LDK sebagai garis
atau arah perjuangan LDK. Khittah diharapkan mampu merumuskan arah,
sasaran dan tahapan langkah dakwah di kampus. Khittah diamanatkan
pembuatannya oleh peserta kepada para mantan LDK. FSLDK Solo juga
menyetujui adanya pola komunikasi (komunikasi ide dan komunikasi
kelembagaan) dan komposisi SC yang terdiri dari utusan Puskompus,
Puskomwil, LDK tuan rumah dan Koordinator Mantan Pusat.
Mantan
LDK—istilah yang digunakan untuk menyebut alumni LDK yang pernah aktif
dalam FSLDK—memang muncul pertama kali dalam forum ini. Tepatnya dalam
forum SC yang diselenggarakan di Yogyakarta (di sekretariat Jamaah
Shalahuddin UGM) tanggal 3 - 5 Juni 1988. Pada masa itu memang telah
mulai banyak alumni LDK, mantan pengurus dan aktivis yang telah lulus.
Pertemuan di Yogyakarta memandang perlu adanya penanganan secara khusus
para alumni itu, demi keberlangsungan dakwah. Kesepakatan dalam forum
ini tentang Mantan lantas di bawa dalam FSLDK. Jadilah Mantan resmi
masuk dalam FSLDK dalam format Komisi mantan. Di samping itu bersamaan
dengan FSLDK diselenggarakan juga Forum Silaturahim Mantan LDK yang
pertama.
(Rancangan)
khittah LDK—sesuai amanah FSLDK Solo—dibahas dalam Forum Silaturahim
Mantan LDK kedua yang diselenggarakan di kota yang sama di akhir bulan
Desember tahun 1988. Oleh tim perancang, khittah dipandang perlu untuk
dipahami dengan mafahim sebagai kumpulan pemahaman terhadap hal-hal yang
pokok (aqidah, syariah, dan dakwah) dalam Islam. Sebab tanpa mafahim,
khittah sebagai arah gerak dakwah LDK, hanya akan menjadi rangkaian
kata-kata yang tidak bermakna. Semua rancangan itu diterima dengan bulat
oleh forum.
FSLDK
kelima diselenggarakan di IKIP Malang pada tanggal 15 - 19 September
1989. FSLDK yang berlangsung sejak tahun 1986 menginjak tahapan penting.
Karena inilah FSLDK se-Indonesia yang pertama,setelah disadari
pentingnya pula mengembangkan dakwah di kampus-kampus luar Jawa. Hadir
dalam pertemuan itu utusan dari Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara dan
Bali. Tahapan penting lainnya adalah disepakatinya rumusan khittah LDK
sebagai garis perjuangan LDK yang berisi arah, tujuan dan sasaran dakwah
di kampus. Dengan adanya khittah ini diharapkan tercapai kesamaan
pemahaman terhadap atah dakwah di kampus dan FSLDK segagai bagian yang
terpisahkan dari "strategi global" dakwah di negeri ini,
sekaligus menjawab keraguan yang berkembang selama ini.